“Gio, what the fu*k are we doing here?”
Edin mengikuti langkah kaki saya turun dari bus Kerala Blog Express yang sejuk lalu menemui panas terik di luar. Tertawa saya karena sudah tahu karakter Edin sebenarnya. Ia bukan memaki, hanya mengungkapkan keheranannya. Lelaki Hispanik itu pasti terlewat membaca agenda hari ini yakni kunjungan ke sekolah seni Kerala Kalamandalam di Cheruthuruthy, Thrissur, Kerala.
Yang belum kenal siapa Edin, silakan baca ini dulu: Perdana Kelana Kerala
‘A Day With The Masters’ di Kerala Kalamandalam
“Namaskaram!” sambut hangat seorang pemandu berkulit gelap berkemeja merah muda (maaf saya lupa ia punya nama). Sosoknya yang necis tampak kontras dengan nuansa oldies di sekitar. Bentuk bangunan hingga mobil HM Ambassador yang terparkir mengingatkan pada foto klasik masa lalu.
Kerala Kalamandalam adalah sebuah sekolah seni pertunjukan yang memfokuskan diri pada pendidikan artistik di Kerala sejak 1930. Kalamandalam sendiri terdiri atas kata ‘kala’ yang berarti seni, dan ‘mandala’ yang berarti lingkaran. Kami berada di sini untuk mengikuti program ‘A Day With The Masters’, sebuah kolaborasi antara Kerala Kalamandalam dengan Kerala Tourism yang bertujuan mengenalkan wisatawan pada kesenian tradisional Kerala.
‘A Day With The Masters’ biasanya meliputi kunjungan ke dua kampus Nila & Nagar, kuil teater koothambalam, galeri seni, hingga menyaksikan proses pengajaran seni di 10-15 kalari (kelas). Tiap kelas hanya berisi 2-5 murid, dan menempati bangunan-bangunan kecil permanen semi terbuka yang tersebar di sekeliling kampus.


Museum Vallathol
Awalnya adalah rumah kediaman Vallathol Narayana Menon (pendiri Kerala Kalamandalam sekaligus seorang penyair India Selatan legendaris) yang kemudian dialihfungsikan menjadi museum di dalam komplek Nila Campus. Koleksi yang ditampilkan museum ini antara lain manuskrip syair & puisi, galeri foto, barang kenangan hingga berbagai tanda penghargaan. Kunjungan ke Museum Vallathol kini telah menjadi semacam ziarah budaya di Kerala.
Saya lupa kenapa tak mengambil gambar di dalam museum, entah karena ada larangan memotret, atau karena saya terlalu asyik di taman mengambil gambar patung Vallathol dari dekat. Bagi yang penasaran bagaimana isi museum Vallathol silakan googling saja 😉
Saya juga terpesona pada bangunan museum (dan sebagian besar bangunan lainnya di Nila Campus) yang bernuansa merah muda, bahkan pemandu yang mendampingi kami turut memakai kemeja berwarna senada. Apakah pink adalah warna tema Nila Campus adalah satu hal yang lupa saya tanyakan kepada pemandu.


Mengintip Kalari di Kampus Nila
Kampus Nila diperuntukkan bagi para pelajar yang hendak mengambil gelar postgraduate (biasanya masa belajar selama 2 tahun). Kalari (kelas pengajaran) pertama yang kami datangi menempati sebuah ruangan semi terbuka berwarna merah muda.
Sekelompok perempuan dalam balutan kain sari merah dan kuning tampak sedang berlatih menari. Saya tak paham jenis tariannya, tapi yang jelas ada 3 tarian klasik yang jadi spesialisasi di sini yakni mohiniyattam, bharathanatyam, dan kuchipudi.
Pada salah satu kalari yang lain kami melihat dua pelajar lelaki tengah berlatih gerakan kathakali. Untuk mempelajarinya, pelajar harus punya tubuh yang fit dan mengetahui bagaimana mengontrol otot tubuh. Termasuk bagaimana menampilkan berbagai ekspresi aneh pada wajah.
Yang belum tahu apa itu kathakali, silakan baca ini dulu: 3 Atraksi Seni Budaya Kerala nan Magis & Eksotis



Pada Sebuah Asrama
Para pelajar Kerala Kalamandalam sudah memasuki sekolah seni ini sejak usia 13, dengan total masa belajar 8 tahun di kampus Nagar. Setelah lulus mereka bisa meneruskan belajar di kampus Nila untuk mengambil gelar postgraduate.
Selama masa belajar mereka ditempatkan dalam asrama (istilahnya adalah Girls Hostel dan Boys Hostel). Jumlah murid total bisa mencapai 500 orang dengan beberapa murid internasional (umumnya dari Eropa). Sekolah ini tentu berbayar tapi biasanya hingga 85% murid adalah penerima beasiswa dari pemerintah lokal.
Rombongan Kerala Blog Express tiba di kampus Nagar pada saat istirahat siang, dimana para penghuni Boys Hostel langsung riuh melihat kehadiran kami. Wajah-wajah (gelap) mereka tampak antusias dari balik teralis jendela kamar. Edin yang gemar mengambil foto human interest langsung sibuk dengan kameranya.
“They spend 8 fu*king years in this school? I’m dead, man!” ujarnya dengan muka semringah. Ia senang karena anak-anak ini kebanyakan fotogenik. “But where are the chicks, anyway?” Hahaha, maaf asrama putri tampaknya tertutup untuk umum.
Koothambalam (Kuil-Teater Tradisional)
Koothambalam atau Natyagriha adalah bagian dari warisan budaya Kerala. Bangunan tradisional ini dibangun berdasarkan prinsip dasar Natyasaastra (dramaturgi India kuno). Pilar-pilar utama terbuat dari granit, sementara rangka atap hingga lantai panggung dan tiang-tiangnya terbuat dari kayu jati and kayu sonokeling.
Wisatawan dapat menyaksikan latihan tari yang diadakan di Koothambalam ini. Siang itu sekelompok gadis belia tengah berlatih tari di bawah bimbingan pelatih yang memegang tongkat kayu tipis panjang. Selain untuk menciptakan ketukan ritmis, tongkat kayu tsb juga berfaedah untuk mencolok mata pengunjung yang nakal memelototi para penari ranum bertubuh sintal (ini kenapa jadi menjurus cerita stensilan, hahaha!). Intinya si tongkat berfungsi menciptakan irama ritmis yang mengiringi tiap gerakan para penari.




Mengintip Kalari di Kampus Nagar
Jika kalari di kampus Nila bernuansa merah muda, maka kalari di kampus Nagar bernuansa kuning. Kalari yang kami datangi pertama di sini adalah kelas instrumen perkusi, dimana pengetahuan pelajar diasah dengan ilmu menabuh chenda, maddalam, mizhavu, thimila, dan mridangam. Kelas ini bikin saya terpana oleh tabuhan ritmis dan dinamis yang dilakukan para murid. Rasanya seolah sel-sel tubuh ikut bergetar.
“Dude, let’s get to the make-up class!” ajak Edin. Mungkin ia berharap peruntungan mendapatkan gadis-gadis eksotis sebagai model.
Selamat Edin! Di kelas ini muridnya tak berbaju semua kecuali mengenakan sehelai kain. Sayangnya pada berjakun, hahaha! Kelas kathakali memang tampak paling berat karena pelajar harus juga mempelajari ilmu vesham (akting), musik vokal, kostum, hingga tata rias.




Galeri Seni Kerala Kalamandalam
Galeri Seni yang terletak di dekat gerbang keluar ini sekaligus jadi agenda pamungkas di Kerala Kalamandalam. Koleksinya sebagian besar terdiri atas patung kathakali dalam berbagai karakter, selain beberapa seni pertunjukan lainnya. Saya enggan berada di galeri ini sendirian karena patung-patung kathakali dari fiber karya seniman Namboodiri ini tampak hidup dalam ukuran sebenarnya.
Di ruangan kostum terpajang pula aneka kostum warna-warni, hiasan kepala, hingga topeng kayu yang digunakan dalam penampilan kathakali dan koodiyattam (keduanya hampir mirip hanya saja koodiyattam jauh lebih klasik).
Kunjungan ke Kerala Kalamandalam seakan mengingatkan saya akan arti kerja keras dan ketekunan. Bayangkan para pelajar di sini sudah harus memulai kegiatan sejak pukul 4:30 dini hari, setiap hari. Pelajaran disampaikan dalam bahasa Malayalam dan Sansekerta. Sungguh-sungguh berat.
Rasanya bukan cuma bakat, tapi sekali lagi butuh kerja keras dan ketekunan untuk berhasil. Bukan cuma di Kerala Kalamandalam, tapi juga di seluruh bidang. Sepakat?
Disgiovery yours!

patungnya semacam ada rohnya ya kak?
sebagai mantan penari jawa, aku jadi pengen ke sini deh. sukur2 bisa nari tarian klasik Kerala.
Gak ada kak, eh tapi dimana-mana patung biasanya jadi tempat kediaman makhluk gaib kan ya..
Wow, pantesan Kastin bahenol bak penari Jawa 😀
Bahenol bin binal.. ??
Untung ketemu grup syariah ya jadi binalnya pudar ;p
#nocomment ???
Woooow, bangunan koothambalam cantik banget! Entah kenapa pas aku di Kerala perasaan agak jarang lihat bangunan khas Kerala dengan atapnya yang khas negeri tropis. Soal Kathakali, pas nonton emang langsung kebayang sih berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk setiap penari melatih otot-otot wajah dan ekspresi, soalnya bener-bener dapet banget meskipun tanpa kata-kata sama sekali. Salut sama kerja keras dan dedikasi mereka!
Iya soalnya koothambalam cuma boleh nempel sama kuil tertentu,jadi termasuk langka. Kathakali emang bikin kita kagum sama kemampuan memainkan otot wajah yang bisa bikin ragam ekspresi, belum lagi ekspresi mata 🙂
Wow bhangi penne,, kak gio belajar menari juga kah??hahaha valare upakaram ka gio,
Kak, kamu bisa bahasa Malayalam? Belajar dimana..
Saya pengen belajar main perkusi malah, hehehe