SELAMAT petang dari pantai Tablolong, Kupang.
Pantai berpasir putih dan halus ini kini sedang dijejaki oleh tamu-tamu dari jauh. Kaki-kaki yang terbiasa dialasi sol karet itu kini menyentuh langsung permukaan bumi. Mencetak jejak-jejak makhluk bipedal di atas pasir, beberapa melangkah turun ke air. Kecipak-kecipuk bunyinya. Tak perlu kuatir, karena ombaknya jinak di sini. Tidakkah itu menyenangkan?
Pantai Tablolong berada di ujung selatan pulau Timor, sekitar 30 km dari pusat kota Kupang. Belum ada akses kendaraan umum ke lokasi ini, jadi kau harus menyewa roda dua atau roda empat untuk menyepi kesini. Tak apa, sepanjang perjalanan sekitar 45 menit-1 jam kau akan melihat pemandangan alam khas Timor dimana rumah-rumah bambu beratap ijuk atau pelepah kelapa menyebar di antara perbukitan karang. Pagar-pagar rumah mereka berupa tumpukan batu-batu karang yang disusun membentuk tembok alami tanpa perekat. Banyak penduduk yang menjual hasil kebun mereka di sisi jalan. Ada tomat, ada pisang. Baiknya kau belilah beberapa buah, jadikan bekal untuk di pantai.
Benar kan, sedikit warung di pantai Tablolong sudah tutup di petang begini. Lupakan mereguk segarnya air kelapa muda. Tak apa, lagipula matahari sudah tak terik. Tinggal menunggu hitungan waktu hingga piringan emas itu tenggelam di ufuk sana, di batas perairan yang merupakan jalur migrasi ikan dari laut Timor. Ketika musim angin barat tiba, berduyun-duyun marlin, tenggiri, barakuda, kuwe, hingga tuna melintas di depan perairan pantai Tablolong menuju laut Sawu. Tidakkah laut kita subur makmur, kawan?
Budidaya rumput laut juga jadi komoditi di pantai Tablolong. Kau bisa melihat tonggak-tonggaknya menyembul di permukaan air. Satu keluarga petani rumput laut tampak sedang menikmati senja usai bekerja. Saya bahkan tak sampai hati mengganggu waktu mereka kecuali berdiri tak jauh untuk mengabadikan gambar. Tiada lisan tapi senyum menyapa. Oh, lihatlah bola mata cokelat muda si anak bocah, bagai menatap relung senja di penglihatannya.
Kemudian seluruh alam bagai terdiam dengan takzim. Sang surya sedang kembali ke peraduan. Izinkan saya turut meresapi suasana. Sekian dan selamat petang.
Disgiovery yours!
Photo credit:
Valentino Luis for his wonderful work on the cover and on the last photo
Awannyaaaaa. Kenapa ya awan di daerah pantai biasanya bagus-bagus. Eh jangan-jangan awan perkotaan juga bagus tapi jarang diliatin ya. Suka foto anak yang berpasir itu mas.
Karena di perkotaan awannya ketutup polusi, hehehe..
Iya, anak bermata cokelat muda itu sungguh fotogenik!
Benar-benar menggoda sunsetnya, mas 😀
Sunsetnya lembut kekuningan, salah satu yg terindah yg pernah saya lihat
Tidak butuh terlalu banyak kata ya Mas untuk mendeskripsikan keindahan kelas satu di pantai ini… biarkan foto dan ekspresi orang-orang di sana yang bercerita. Keren, banget… kayaknya 24 jam di sana pasti keren banget, fajar, siang, senja, malam berbintang, aaaak… mudah-mudahan bisa ke sana :amin.
Aamin!
Iya sepertinya damai sekali berada di pantai ini setiap saat. Bahkan di saat tengah hari bolong pun kita bisa duduk leyeh2 di bawah keteduhan pohon.
wah untung aku nggak kefoto di pantai ini hehe…
Kefoto dong ko Sinyo, tapi itu kan limited edition, hahaha! 😀
bersih banget sumpah dah itu pantainya.
enak kali ya bisa berjemur disana sambil maen ombak hohohho
Bersih pake banget, dan pasirnya halus banget bikin pengen goleran, hahaha!
Fotonya gila2 bener. Dan kalau saya, makmur apa lagi coba? 😀
Makmur, saya percaya kamu bisa lebih! Cemungudh! 🙂
aduuhh… foto-fotonya keren keren, apalagi yang jadi featured image. suka sama tulisan yg ada di foto itu, ajarin dong kak… heheh
Terima kasih kak Fauzi, featured image jepretan kak Valentino Luis tuh, fotografer idola saya, hehehe.. Soal tulisan yang penting ungkapkan apa adanya bagi saya 😉
Entah kenapa ya.. paling suka dengan suasana sunset… Sukaaaaa banget… suasana paling romantis menurutku.
Betul banget, apalagi sunset di pantai ya kak 😉
cantik bngt pantainyaa, apalagi suasana sunsetnya itu
Pantai yang tepat di saat yang tepat. Thanks ya 🙂