PADA awalnya saya abai akan perihal kumis orang Kerala ini sampai ketika pemandu perjalanan kami pada saat trip Kerala Blog Express memberi trivia bahwa salah satu ciri khas lelaki India Selatan adalah kumisnya.
Kumis dianggap sebagai lambang maskulinitas, tak peduli latar belakang atau status sosialnya (bahkan sebelum abad ke-18, hanya lelaki dari kasta tinggi yg diizinkan berkumis). Fakta bahwa 4 dari 5 lelaki India Selatan memelihara kumis sungguh menjadi catatan tersendiri.
Sejarah Kumis Hindustan
Demi kumis Hindustan, seorang lelaki India akan bersumpah atas kumisnya untuk menunjukkan kesungguhannya.
Pada abad pertengahan di India mempunyai kumis adalah keistimewaan bagi kasta tertentu. Namun hal itu mengalami perubahan akibat pengaruh Mohanda Gandhi pada 1930-an. Beliau meminta semua lelaki India menumbuhkan kumis (dan janggut) serta tidak mencukurnya sebagai tanda protes akan impor pisau cukur dari Inggris.
Dan tampaknya tradisi memelihara kumis di semua kasta pun akhirnya berlangsung turun temurun.

Kumis Anak Muda VS Orang Tua
Meskipun demikian, di antara kaum muda India kini justru wajah lelaki yang klimis alias tercukur rapilah yang
disenangi perempuan (berdasarkan riset AC Nielsen di delapan kota besar India).
“Kumis melambangkan segala aspek tentang India lama: korupsi, polisi jahat, pegawai pemerintahan pemalas, hingga orang tua yang kolot. Gambaran inilah yang ingin ditinggalkan oleh generasi muda India,” ujar Richard McCallum, seorang pogonologist, atau orang yang mempelajari fitur rambut di wajah (wow, profesi yang menakjubkan!).
Richard McCallum bersama Chris Stowers telah meneliti masalah perkumisan ini mulai dari Rajashtan di Utara hingga Kerala di Selatan sebelum menerbitkan buku “Hair India: A Guide to the Bizarre Beards and Magnificent Moustaches of Hindustan” yang banyak diperbincangkan.
McCallum menambahkan bahwa walau bagaimanapun kumis lebat akan tetap hidup di India sebagai atraksi wisata. Terutama kumis orang Kerala.

Kumis Rajan VS Harimau
Rajan bukan polhut biasa. Ia dan kumisnya bak semacam maskot Suaka Harimau Periyar yang kami datangi sejak pukul enam pagi. Trek yang kami lalui di sisi sungai adalah jalur yang sama bagi hewan hutan menuju sumber air.
Momen paling mendebarkan adalah ketika kami mendapati jejak kaki harimau yang masih baru.
Saya masih ingat saat Rajan langsung memberi peringatan. Warna kaus putih yang saya kenakan bisa saja menarik perhatian harimau (ataupun gajah) dan menjadikan saya target buruan karena dianggap sebagai penyusup wilayah. Sebagai anak suku pedalaman, Rajan sudah mengenal seluk beluk hutan ini sejak masih kecil, termasuk membaca pertanda alam.
Akibatnya sepanjang trekking pagi itu saya mepet terus sama Rajan, berjalan di bawah pengawalan kumis orang Kerala yang termasyhur ini, hahaha!


Kumis Sabu VS 1 Juta Dollar
Sabu ialah pemandu kami dalam pendakian gua Edakkal yang terletak di puncak sebuah bukit batu di Ambikuthi Mala, Wayanad. Gua ini punya ukiran kuno di dindingnya yang diperkirakan berasal dari tahun 5.000 hingga 1.000 SM.
Selama ini Sabu terbiasa membawa ‘gadget tradisional’ berupa tongkat kayu yang digunakan untuk menerangkan inkripsi di dinding gua. Tapi tongkat itu kini sudah kalah populer karena ia lebih banyak dimintai tolong mengambil foto dengan berbagai gawai. Oleh karena itu Sabu merasa perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Walaupun berpandangan modern, tapi Sabu masih memegang teguh adat budaya India Selatan. Ia mengaku tak pernah mencukur kumisnya sejak awal tumbuh, dan sudah menolak beberapa anjuran untuk tampil klimis tanpa kumis orang Kerala.
“Tapi jika kau menawari saya satu juta dollar, saya akan mempertimbangkannya!” selorohnya. Sa ae bang kumis, aye juga mau kalo ditawari sejuta dollar!

Kumis Teman-Teman Kerala Saya
Saya baru menyadari bahwa kumislah yang menjadi identitas lelaki Kerala dewasa yang saya temui selama perjalanan Kerala Blog Express ini. Saking seragamnya fitur wajah mereka, saya malah kerap abai akan ciri khas tsb.
Berikut profil beberapa kawan saya orang Kerala. Saya kenal mereka via beberapa trip seperti Kerala Blog Express di India ataupun Trip of Wonders di Indonesia.
Check them out!

Vijay pernah jadi atlet basket pro Kerala (tak heran tubuhnya panjang menjulang) dan kini jadi interior designer di Dubai. Suaranya ngebas, gayanya cool, dan kumis & brewoknya jadi ciri khas. Dia yang pertama menyapa saya via email sewaktu kami terpilih mengikuti trip Kerala Blog Express. Miss you, bro!

Mithun adalah seorang IT geek yang tak banyak cakap namun lihai memainkan jemarinya (sounds wrong) di papan keyboard. Kalau saya lihat, gen kumis dia termasuk paling sedikit dibanding pria Kerala umumnya. Tapi hal itu tak menyurutkan niatnya untuk tetap menumbuhkan kumis & janggut.

Lihat kawan saya, Joshi sang biker slash photographer. Bukan hanya kumis semata, ia juga memelihara janggut hingga panjang terurai. Tampaknya babang ini rajin perawatan dengan minyak kelapa karena saya lihat kumis dan janggutnya selalu tampak bersih, sehat, dan… berkilau!

Kalau kawan saya yang ini, Jose sang jurnalis yang punya tampang mirip aktor klasik, termasuk yang kerap tampil klimis, dan kebetulan tinggal di New Delhi. Namun ia juga suka menumbuhkan kumisnya terutama ketika pulang kampung ke Kerala. Menurut kalian kira-kira ia tampak lebih bagus klimis atau berkumis?
Disgiovery yours!
Disclaimer: Artikel asli berjudul ‘Demi Kumis Hindustan’ karya Taufan Gio telah dipublikasikan dalam buku antologi perjalanan ‘Menghirup Dunia‘ terbitan Grasindo (2015). Artikel tsb telah mengalami penyuntingan dan pembaharuan materi untuk dimuat pada blog ini (2021).